Sebelum memberikan ilmu kepada seorang anak, langkah pertama adalah perlu memahami karakter anak. Setiap anak mulai dari usia Paud, Caberawit (usia SD), pra remaja, dan remaja memiliki cara yang berbeda dalam menerima sebuah ilmu. Dengan begitu konten materinya pun disesuaikan dengan kategori usia anak.

Dalam hal pembinaan, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) melalui Penggerak Pembina Generus (PPG) terus melakukan pembenahan program belajar mengajar. Salah Satunya yang dilakukan PPG Korda Surabaya Timur dalam Saresehan dan Pengajian Caberawit di Masjid Nurul Hikmah, Surabaya, Rabu (9/3/2016).

Acara yang dihadiri 163 anak dan guru pendidik ini dimulai dengan jalan sehat dan dilanjutkan pengajian caberawit dengan menggunakan konsep Bermain, Cerita dan Menyanyi (BCM) yang di pandu oleh Pakar Pendidik, Kis Triyantono, S.Pd., dari Semarang.

Menurut Riyan, panggilan akrab Kis Triyantono, setiap anak mempunyai potensi kecerdasan masing-masing. Tinggal bagaimana cara mengasah potensi anak tersebut karena guru tidak bisa mencerdaskan anak tetapi hanya bisa memfasilitasi.

“Saat mengajar caberawit, saya harus pahami dulu karakternya mereka dengan konsep permainan, bercerita serta menyapa mereka. Saya berusaha melebur ke dunianya sehingga kita bisa lebih dekat dengan mereka, meskipun usia saya jauh di atas mereka. Guru harus memahami murid bukan murid harus memahami guru,“ ujar Riyan.

Riyan juga menekankan kepada guru pendidik agar memahami karakter anak dalam kehidupan kesehariannya. “Di saat kita menjumpai anak kesulitan membaca tilawati, kemungkinan anak tersebut tidak berpotensi di situ, akan tetapi dia memiliki potensi di bidang lain. Yang kita nilai bukan hanya nilai akademik saja, tetapi ada akhlaqul karimah. Kalau ilmunya baik tetapi tidak mempunyai akhlaq yang baik (tidak diamalkan atau dipraktikkan tiap harinya) ya percuma. Atau mempunyai akhlaq baik tapi tidak mempunyai ilmu ya percuma juga. Jadi harus saling melengkapi,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua PPG Surabaya Timur Sudarman, M.Pd., berharap dengan terselenggaranya acara tersebut bisa membuka cakrawala guru caberawit beserta pendampingnya sehingga bisa merencanakan pengembangan ke depan yang lebih baik lagi sesuai dengan harapan ulama LDIIuntuk tercapainya Tri Sukses. “Kami juga memberikan dukungan tenaga bantu pendidik di masing-masing masjid minimal dua orang,” ujar Sudarman.

Ketua panitia Isfandi Sofi’i mengatakan, pengajian caberawit memilih konsep BCM karena dunia anak-anak adalah dunia bermain.

“Kenapa saat itu balita tidak dikasih nasi, karena dia saat itu hanya bisa menerima bubur. Sama halnya dengan memberikan ilmu kepada anak, kita memberikan materi sesuai dengan porsi mereka. Artinya mereka dunianya bermain, jadi kita memberikan materi berbakti kepada orang tua, kewajiban shalat lima waktu, kisah Nabi dan Rasul sesuai porsi mereka dengan cara bermain, bercerita, pemutaran video, sehingga mudah diresapi dan diingat oleh mereka,” kata Isfandi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here