(Bagian 1)
Ada suatu ungkapan, dalam kompetisi membuat menara, terdapat dua cara untuk membuat menara terbaik. Pertama, mengumpulkan materi terbaik dengan teknik terbaik dan kinerja yang baik sehingga dapat menyusun menara terbaik. Atau dengan cara kedua, rusaklah semua menara lain sehingga menara kita menjadi menara terbaik.
Cara pertama sebenarnya efektif, namun nyatanya sangat berat. Cara ini membutuhkan dedikasi dan pengorbanan tinggi, yang tidak banyak orang yang mau dan mampu melakukan.
Kini, orang lebih memilih cara kedua dalam upaya mencapai tujuan dan menjadi (tampak) lebih baik. Kian marak ucapan-ucapan adu domba, ucapan kebencian (hate speech), penghinaan, fitnah, baik secara langsung maupun yang lebih ngetrend sekarang via media sosial (medsos).
Sekarang hampir semua medsos diwarnai dengan hate speech, saling hujat satu sama lain, saling fitnah, mengatasnamakan kebenaran. Kenyataannya semua itu hanya demi agenda pribadi.
Problem lain, masih ada oknum public figure yang kurang bersikap negarawan. Mereka yang harusnya menyejukkan malah justru mengumbar hate speech, menghujat pihak lain, bahkan mengumbar kebencian yang memanas-manasi masyarakat umum.
Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan budaya santun dan menghormati dikhawatirkan perlahan menjadi masyarakat yang pembenci, mudah dikompori, mudah percaya dengan ucapan fitnah yang berbalut kepentingan publik, tanpa tabayyun/konfirmasi keshahihan info yang didapat. Padahal saya yakin masih banyak masyarakat dan tokoh-tokoh kita yang dapat bersikap bijak dalam menyikapi fenomena ini. Namun bukan tidak mungkin jumlahnya akan tergerus jika kita selalu dikelilingi dengan hal negatif dan provokasi.
Dalam Islam telah dijelaskan bahwa mencaci, melaknat, adu domba maupun hate speech itu bukan akhlaq seorang mukmin. Seperti dijelaskan dalam hadits berikut:
ليس الموءمن ب لطعان ولا اللعان ولا الفواحش ولاالبديء
“Bukan dikatakan mukmin jika suka mencela, melaknati, berbuat keji, dan adu domba.” (HR. Tirmidzi)
Jadi kalau ada yang suka hate peech dan melaknat, perlu diragukan kesejatian Islamnya.
Dijelaskan pula dalam Islam bahwa mencaci, melaknat, adu domba maupun hate speech itu bagaikan membunuh orang iman. Sebagaimana bunyi hadist berikut:
ومن لعن موءمنا فهو كقتله ومن قذف موءمنا بكفر فهو كقتله
“Siapa yang melaknati orang iman maka sebagaimana membunuh orang iman.” (HR. Bukhori)
Akan menjadi dosa amat besar jika melaknati mukmin lain tanpa memiliki dasar yang jelas. Islam pun sudah jelas dan tegas menyatakan bahwa seseorang yang suka mengadu domba sama halnya dengan gagal surga. Sebagaimana digambarkan dalam hadits berikut:
لا يدخل لجنة قتات
“Tidak akan masuk surga orang yang suka adu domba.” (HR. Bukhori)
Bayangkan, seseorang terancam gagal mendapatkan surga hanya karena hate speech dan adu domba, nauzubillahi mindzalik. Belum tentu pihak yang kita hina atau rendahkan lebih jelek dari kita. Seperti tersurat dalam Alquran berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ
[Surat Al-Hujurat 11]
Dengan aturan seperti ini, seharusnya umat Islam sejati lebih santun dlm bertutur kata dan berperilaku, lebih hati-hati dan menjaga ucapannya. Jangan sampai dengan sengaja maupun tak sengaja melaknat, mencela, merendahkan orang lain tanpa bukti dan alasan yang jelas. Hanya mengandalkan hawa nafsu dan agenda pribadi agar tampak lebih baik dari orang lain, seperti analogi membuat menara terbaik yang dijelaskan diatas.
Lalu bagaimana seharusnya umat Islam mengambil sikap? (Rio Azadi)