(Bagian 2)
Umat Islam zaman sekarang diberondong dengan rangkaian berita dan informasi yang seringkali sudah melalui proses framing. Tak jarang dihiasi pula dengan saling hujat, fitnah (hate speech), yang secara perlahan membentuk masyarakat menjadi masyarakat pembenci, mudah diadu domba, mudah melaknati orang tanpa sebab yang jelas.
Marak juga di media sosial (medsos) informasi informasi hate speech yang kontroversial tak bertanggungjawab - yang isinya memancing segolongan tertentu untuk emosi. Akhirnya segolongan tersebut turut membalas hate speech itu, bahkan tak jarang membalas dengan konflik fisik yang menimbulkan kekacauan. Itulah yang diinginkan oknum pelaku hate speech untuk mengekploitasi emosi manusia demi kepentingan dan ambisi pribadi.
Padahal, seringkali masalah-masalah saling laknat dan umbar hate speech itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik, melalui proses yang baik dan damai, jika kita tetap berkepala dingin dan tetap sabar.
Ingatlah bahwa sabar dan menahan marah itu jauh lebih mulia di sisi Allah. Sebagaimana firman Allah bahwa sabar adalah salah satu sarana atau upaya mendapat pertolongan Allah.
(وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ …..)
“Mencarilah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat” [QS. Al-Baqarah 45]
Jika sabar itu jaminan untuk mendapat pertolongan dari Allah. Maka hal apalagi yang kita harapkan selain mendapat pertolongan dari yang maha kuasa, yang maha memberi pertolongan, yang pertolongannya jauh melebihi logika manusia?
Menahan marah itu bukti kuat dan hebatnya diri
Menahan marah menunjukkan kuat dan hebatnya diri dalam menahan hawa nafsu. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:
ليس الشديد بااصرعة انما الشديد الذى يملك نفسه عند الغضب
“Tidak dikatakan orang yang kuat jika (menyelesaikan masalah) dengan bertengkar. Sesungguhnya yang dinamakan kuat itu jika bisa menahan diri/mengendalikan diri ketika marah” (Rowahu ibnu majah)
Jadi, memenangkan sesuatu dengan cara konflik dan emosi ternyata menurut nabi adalah orang yang lemah. Ironis sekali melihat kenyataan sekarang, banyak pihak yang besar memaksakan kebenarannya pada pihak kecil dengan cara kekerasan. Seperti peribahasa Jawa asu gedhe menang kerahe (pihak yang kuat akan selalu menang dan dapat memaksakan kehendaknya).
Menahan marah pahalanya sangat besar
Kemampuan menahan amarah akan lebih baik daripada mengumbarnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
مامن جرعة اعضم اجرا عنداالله من جزعةغيظ كظمها عبدالتغاء وجه الله
‘Tiada simpanan (pahala) yang lebih besar disisi Allah daripada menahan marahnya seorang hamba karena mencari wajahnya Allah” (HR Ibnu Majah)
Jadi, sabar dan menahan marah itu bukan hanya memudahkan hidup kita di dunia, namun pahalanya pun sangat besar.
Mengetahui hal ini, seharusnya semua umat Islam mengedepankan semangat persaudaraan, saling menolong, tidak mudah terpancing adu domba dan hate speech. Upayakan menyelesaikan masalah dengan bijak, sabar, dan kepala dingin.
Bukankah nabi SAW pernah bersabda bahwa umat Islam itu bagaikan satu bangunan yang saling memperkuat:
الموءمن للموءمن كالبنيان يشد بعضه بعض (HR Tirmidzi)
Maka dari itu, janganlah mudah terpancing dengan hate speech yang sering menghiasi medsos, tanpa keshahihan yang jelas. Biasakanlah selalu tabayyun /konfirmasi pada setiap informasi yang kita dapat.
Ingat firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [QS. Al-Hujurat 6]
untuk itu, lebih baik kita fokus ibadah dan menunjukkan kebaikan Islam dengan saling menghormati, saling menolong, saling mengingatkan dan nasehat yang menyejukkan, serta dapat berprestasi dan bermanfaat dalam bidang masing-masing.
Tinggalkanlah segala informasi maupun hate speech tak bertanggung jawab dan tidak ada manfaatnya bagi diri maupun orang lain.
Bukankah nabi SAW pernah bersabda :
من حسن اسلم المرء تركه ما لايعنيه
“Termasuk sebaik baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan apa apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Ibnu Majah)
(Rio Azadi)
Other articles you might like;